Senin, 26 Februari 2018

sistem dan struktur politik dan ekonomi masa demokrasi terpimpin (1959-1965)

                       Hasil gambar untuk sistem dan struktur politik dan ekonomi masa demokrasi terpimpin (1959-1965)                       


                                                 
  1. Dinamika Politik Masa Demokrasi Terpimpin

  1. Menuju Demokrasi Terpimpin
    Kehidupan social politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950 hingga 1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Kabinet yang silih berganti membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Dewan konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum 1955 tidak berhasil menyelesaikan tugasnya menyusun UUD baru bagi Republik Indonesia. Padahal Soekarno menaruh harapan basar terhadap pemilu 1955, karena bisa dijadikan sarana untuk membangun demokrasi yang lebih baik. Presiden Soekarno berkeinginan untuk mengubur partai-partai politik yang ada. Dalam konsepsinya Presiden Soekarno menghendaki dibentuknya cabinet berkaki empat yang anggotanya tersiri dari wakil-wakil PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Soekarno juga menghendaki dibentuknya Dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari golongan fungsional di dalalam masyarakat.
    Presiden menekankan bahwa Demokrasi Liberal tidak sesuai dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia. Untuk itu ia menggati dengan suatu demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, kehidupan social dan kehidupan ekonomi. Gagasan Soekarno dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957. Pokok-pokok yang tekandung dalam konsepsi tersebut:

  1. Dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan system demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.
  2. Pembentukan cabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai politik dan kekuatan golongan funsional atau golongan karya.

Upaya menuju Demokrai Terpimpin dirintis oleh Presiden Soekarno sebelum dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959. Langkah pertama adalah pembentukan Dewan Nasional pada 6 mei 1957. Langkah selanjutnya adalah mengeluarkan suatu keputusan pada tanggal 19 februari 1959 tentang pelaksanaan Demokrsi Terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945.

Pada tanggal 3 juli 1959, Presiden Soekarno memanggil Ketua DPR, Mr. Sartono, Perdana Menteri Ir. Djuanda, para menteri, pimpinan TNI, dan anggota Dewan Nasional (Roeslan Abdoel Gani dan Moh. Yamin), serta ketua Mahkamah Agung, Mr. Wirjono Prodjodikoro, untuk mendiskusikan langkah yang harus diambil. Mereka sepakat untuk memberlakukan kembali UUD 1945. Pada hari minggu, 5 juli 1959 pukul 17.00 uoacara resmi di Istana Merdeka selama 15 menit, 3 hal pokok Dekrit oleh Presiden Soekarno:

  1. Menetapkan pembubaran konstituante
  2. Menetapkan UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetaoan dekrit dan tidak berlakunya lagu UUD sementara (UUDS)
  3. Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Sehari sesudah Dekrit Presiden 5 juli 1959, Perdana Menteri Djuanda mengembalikan mandate kepada Soekarno dan Kabinet Karya pun dibubarkan. Kemudian pada 10 juli 1959, Soekarno mengumumkan cabinet baru yang disebut Kabinet Kerja. Dalam cabinet ini Soekarno berlau sebagai Perdana Menteri, dan Djuanda menjadi menteri pertama dengan dua wakil yaitu dr. Leimana dan dr. Subandrio.

Pada tanggal 17 Agustus 1959, dalam pidato peringtan kemerdekaan RI, Presiden Soekarno menafsirkan pengertian demokrasi terpimpinnya. Presiden Soekarno menguraikan ideologi Demokrasi Terpimpin yang isinya mencakup revolusi, gotong royong, domokrasi, anti imperialism-imperialisme, anti demokrasi liberal, dan perubahan secara total. Pidato terebut diberi judul “Penemuan Kembali Revoluso Kita”.

Sementara itu konflik terbuka antara DPR dan Presiden akhirya terjadi ketika DPR menolak Rencana Anggaran Belanja Negara tahun 1960 diajukan oleh pemerintahan. Penolakan tersebut membawa dambak pembubaran DPR oelh Presiden Soekarno pada tanggal 5 maret 1960. Ia mendirikan DPR Gotong Royong (DPRGR). Para anggota DPRGR ditunjuk Presiden tidak berdasarkan perimbangan kekuatan partai politik namun lebih berdasarkan perimbangan lima golongan, yaitu Nasionalis, Islam, Komunis, Kristen-Katolik dan golongan fungsional.

  1. Peta Kekuatan Politik Nasional
    Antara tahun 1960-1965, kekuatan poitik pada waktu itu terpusat di tangan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasan Negara dengan TNI AD dan PKI di sampingnya. Kekutan politik baru lainnya adalah PKI. PKI sebagai partai yang bangkit kembali pada tahun 1952 dari puing-puing pemberontakan Madiun 1948. PKI menerapkan strategi “menempel” pada Presiden Soekarno.
    Ketika Presiden Soekarno gagal membentuk cabinet Gotong Royong (Nasakom) pada tahun 1960 karena mendapat tentangn dar kalangan Islam dan TNI AD, PKI mendapat kompensasi tersendiri dengan memperoleh kedudukan dakam MPRS, DPRGR, DPA dan Pengurus Besar Front Nasional serta dalam Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR).
    Terhadap TNI AD pun, PKI melakukan berbagai upaya dalam rangka mematahkan pembinaan territorial yang sudah dilakukan oleh TNI AD. Seperti peristiwa Bandar Betsy (Sumata Utara), Peristiwa Jengkol. Upaya merongrong ini dilakukan melalui radio, pers, dan poster yang menggambarkan setan desa yang harus dibunuh dan dibasmi. Tujuan politik pki disini adalah menguasai desa untuk mengepung kota.
  2. Pembebasan Irian Barat
    Salah satu isu politik luar negeri yang terus menjadi pekerjaan rumah cabinet RI adalah masalah Irian Barat. Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak tidak berhasil mengembalikan Irian Barat. Upaya ini telah dilakukan Indonesia sejak tahun 1957, jalan lain yang dilakukan adalah elancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat, dimulai pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda di Indonesia oleh kaum buruh. Setelah upaya merebut kembali Irian Barat dengan diplomasi dan konfrontasi politik dan ekonomi tidak berhasil, maka pemerintah RI menempuh cara lainnya melalui jalur militer. Dalam rangka perjuanganpembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno pada tanggal 19 desember 1961, di depan rapat raksasa di Yogyakarta, mengeluarkan suatu komando untuk berkonfrontasi secara militer dengan Belanda yang disebut dengan Tri Komando Rakyat (Trikora). Isi dari Trikora tersebut adalah :

  1. Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua buatan Belanda.
  2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
  3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Akhirnya pada tanggal 15 agustus 1962 ditanda tangani perjanjian antara pemerintahan Indonesia dengan pemerintah Belanda di New York, hal ini dikenal sebagai perjanjian New York. Hal pokok dari isi perjanjian itu adalah penyerahan pemerintahan di Irian dari pihak Belanda ke PBB.

  1. Konfrontasi Terhadap Malaysia
    Munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari persekutuan Tanah Melayu dan Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan kedua Negara tersebut menjadi Federasi Malaysia. Pembentukan federasi Malaysia dianggap sebagai proyek Neokoloniaisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia, oleh karena itu berdirinya Negara federasi Malaysia ditentang oleh pemerintah Indonesia.
    Untuk meredekan ketegangan di anatar tiga Negara tersebut kemudian diadakan Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philiphina dan Indonesia) di Filiphina pada tanggal 31 juli-5 agustus 1963. Untuk menjalankan konfrontasi dwikora, Presiden Soekarno membentuk komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai panglimanya. Walaupun pemerintah Indonesia telah memutuskan melakukan knfrntasi secara total, namun upaya penyelesaian diplomasi terus dilakukan. Presiden Ri menghadiri pertemuan puncak di Tokyo pada tanggal 20 juni 1964.

  1. Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin
    Sejak diberlakukannya kembali UUD 1945, dimulailah pelaksanaan ekonomi terpimpin, sebagai awl berlakunya herordering ekonomi. Dimana lat-alat produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai oleh Negara atau minimal di bawahpengawasan Negara. Kondisi ekonomi dan keuangan yang ditinggalkan dari masa demokasi liberal berusaha diperbaiki oleh Presiden Soekarno. Langkah yang dilakukan anatara lain membentuk Dewan Prancang Nasional (Depernas) dan melakukan sanering mata uang kertas yang nilai nominalnya Rp500 dan Rp1000 masing-masing nilainya diturunkan menjadi 10% saja.
    Kebjakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25 agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Bertujuan mengurangi banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan perbaikan keungan dan perekonomian Negara. Upaya perbaikan ekonomi lain yang dilakukan pemerintah adalah membentuk panitia 13. Anggota panitia melibatkan ahli ekonomi, pimpinan partai politik, anggota musyawarah pembantu pimpinan revolusi (MPPR), pimpinan DPR, DPA. Panitia ini menghasilan konsep Deklarasi Ekonomi (Dekon) sebagai starategi dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin.
    Kebijakan ekonomi yang dilakukan pada masa ini antara lain berupa pembentukan Dewan Perancang Nasional dan Deklarasi Ekonomi, serta dilakukan Devaluasi Mata Uang. Proyek Mercusuar berupa pembangunan Monas, kompleks olahraga Senayan, Pemukiman Kebayoran juga berlangsung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar